Jumat, 07 Januari 2011

Tanda Tanya untuk Tuhan ???

“Apakah benar Tuhan itu dapat melihat semua penderitaan mahluk ciptaanNya? Yang dianggap ‘Sempurna’, tapi tak sempurna selain Tuhan?” Anto bertanya kepada bapaknya.

Bapaknya yang mendengar langsung terbelalak, lalu membisu, namun Anto tetap bertanya dengan suara yang lantang,

“Dengan masih adanya penderitaan manusia di muka bumi kita ini, saling menindas, saling membunuh, mengambil hak seseorang seenak perutnya, apakah karma seseorang itu yang menyebabkan manusia itu menderita? Apakah Tuhan menciptakan kita untuk menikmati karma itu sendiri yang malah membuat kita semakin menderita? Apa salah mereka, jikalau mereka mempunyai karma buruk di masa lalu, perbuatan yang mereka lakukan pada saat masa lalu mereka pun tidak menyadarinya!” Anto masih berapi-api mengatakan hal tersebut.

“Mereka tidak bisa merekam ataupun melihat perbuatan mereka selayaknya menonton sebuah pertunjukan film di bioskop, dengan melihat seorang aktor ataupun aktris dengan peran yang dibawanya lalu mulai menyadari ataupun merenungi kesalahan kita yang disebut dengan ‘Dosa’! Namun, dosa itu bukan layaknya sepuntung rokok, sebuah donat, ataupun secarik kertas yang sudah kita ketahui bagaimana bentuknya dan ‘Rasa’ dari dosa itu!” kata Anto selanjutnya.

Bapaknya semakin tercenggang mendengar pertanyaan-pertanyaan anaknya yang belum bisa dijawabnya. Namun anaknya tak menghiraukan ekspresi bapaknya tersebut. Dilontarkan lagi semua pernyataan yang ia miliki kepada bapaknya,

“Layaknya seorang penemu, lahirlah sebuah ‘Karya’ yang disebut ‘Agama’!  Agama membuat orang tergila-gila dan memuja agama itu layaknya seorang penyanyi dengan suaranya yang merdu yang membuat mereka megidolakannya! Namun, ada pertanyaan pak, Apakah benar agama itu membuat kita lebih dekat dengan Tuhan? Dapat membuat manusia selalu menjalankan apa yang diperintahkan Tuhan? Tapi mengapa agama membuat seseorang merasa didiskriminasikan? Terjadi konflik berdarah antar manusia akibat agama? Apakah Tuhan mengajarkan hal itu?” Anto lebih terlihat mencerca daripada bertanya saat ini.

“Pertanyaan itu timbul karena aku melihat keadaan realita yang ada, bagaimana agama sangat sensitif dalam menimbulkan konflik! Manusia yang mengatas-namakan dirinya adalah penyembah Tuhan malah melakukan tindakan kekerasan, menghujat sesama manusia, dan melakukan tindakan yang tidak terpuji lainnya!”

“Pertanyaan lain timbul pak, dimana agama mengajarkan kita akan keberadaan dua buah tempat setelah kita mati, yaitu surga dan neraka! Dimana Surga digambarkan layaknya sebuah tempat yang begitu indah, berkumpulnya ‘Orang-orang’ baik, begitu damai! Sedangkan neraka digambarkan layaknya sebuah tempat penyiksaan,! 100 kali lebih kejam daripada kengerian cerita mengenai siksaan Nazi terhadap bangsa Yahudi! 1000 kali lebih kejam daripada terkena sebuah bencana! Itulah gambaran sebuah surga dan neraka. Mengapa surga diciptakan saat kita sudah mati? Apakah kita tidak boleh menikmati surga saat kita masih hidup? Tapi ke-neraka-an dapat kita rasakan di dunia dimana kita hidup dan dunia dimana kita mati, mengapa?”

Sang bapak pun tidak bisa lagi menahan amarahnya, serentak dia memaki-maki anaknya,

“Nak…! Apa kau sudah gila, berbicara seperti itu? Apa yang telah kau baca atau kau terpengaruh omongan setan, sehingga kau begitu lancang berani menghujat Tuhanmu dan berani meremehkan akan adanya sebuah agama di dunia ini?”

Anto pun hanya menjawab dengan tenang,

“Aku tidak gila pak, aku pun tidak dirasuki jin ataupun setan manapun! Aku hanya ingin mengetahui kebenarannya saja, sebagai seorang manusia dan mencari sebuah makna kehidupan, dalam selubung kemunafikan manusia-manusia yang bersembunyi dibalik ‘Jubah’ mereka, dimana di belakang jubah mereka tersebut ada sebuah lambang-lambang yang agung, namun mereka biarkan ‘ludah-ludah’ tertempel di lambang-lambang itu! Aku pun ingin melihat surga dan neraka itu tanpa sebuah kematian, Dimana semua manusia takut akan neraka dan selalu ingin surga!” kata Anto masih dengan kegusaran dalam setiap pertanyaannya tersebut.

Dengan ketakutan itu adakah yang menyembah Tuhan tanpa mengharapkan surga? lalu bagaimana dengan semua yang mengaku ahli akan pemahaman agama, namun mereka semua ternyata adalah orang-orang yang penuh kemunafikan? Bapak, Patutkah aku dilahirkan hanya untuk menerima dikte-dikte dan kebusukan-kebusukan dunia ini? Bahkan aku tak tahu kelahiranku ini sebuah kebenaran atau kesalahan? Teman dan guruku di sekolah hanya berkata, takdir…takdir….dan takdir, tapi menurutku itu kata-kata dari orang-orang yang sudah putus asa atau tidak tahu sama sekali arti hidupnya! Memaknai hidup pun serasa sulit karena kita sulit mencari kebenaran!"

“Pak, air mata pada diriku kebanyakan hanya mengeluarkan tangisan kesedihan dan kebingungan! Apakah Tuhan juga ikut menangis saat hidup kita penuh penindasan? Dan apakah Tuhan juga ikut binggung dengan mahluk cipatanNya sendiri?”

 Setelah Anto berkata itu dia pun beranjak masuk kekamarnya, ayahnya hanya mengelah nafas dan binggung tak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu yang sedari tadi terdiam di depan pintu masuk rumah karena baru saja pulang dari pasar,  yang tanpa sengaja mendengar semua perkataan dan pertanyaan anaknya, langsung jatuh pingsan.

(Prazetya Belati Putra)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar