Jumat, 07 Januari 2011

Ekstase Teo-Pose


Aku tak ingin ini hanya menjadi sekedar hubungan
Aku mengenal mu...Engkau pun begitu
Lalu kita sama-sama terjebak dalam etos kuno sebuah jalinan
Dua pihak dengan lambang hati merah jambu

Tidak! Aku ingin lebih dari itu
Persepsi baru yang akan ku monopoli
untuk ku tasbihkan kepada mu

Yang lebih mesra dari epilog malam menjelang fajar
Yang sangat syahdu hingga kata-kata tak mampu berujar

Bagaimana jika semua ini kita buat senyaman mungkin?
Dengan catatan bahwa kau masih satu yang harus ku yakin

Bagaimana caranya?
            (Kumpulan Keledai Bersorban itu pasti bertanya demikian)

Kalau mereka hendak membuka mata dan logika
Maka ini semua akan coba ku reka
Tapi jika tidak
Maka tinggalkan saja mereka dalam congak
Biar terus sibuk menggeliat dan merangkak

Pemahamannya mudah saja
Aku akan menjadi hamba dan kau tetap raja
Lima waktu sehari kau ku puja
Namun jangan larang aku tuk menggelayut manja
Dalam kebesaran mu yang bersahaja

Semua titah mu ku penuhi
Yang kau benci pun akan ku jauhi
Segala macam tingkah laku ku benahi
Semoga engkau kan memberkahi

Petunjuk mu akan coba ku pahami
Petuah lain pun akan ku ikuti
Dari saran bijak perwakilan mu di bumi
Hingga pedoman lain yang darinya ia terilhami

Sederhananya
Kau perintah aku menggubah
Kau larang aku mencegah
Bukan dengan ancaman menakutkan
Melainkan kebutuhan ku kepada mu yang menentukan


Bagaimana?
Menarik bukan, wahai TUHAN?


(Jakarta, Di ujung Ramadhan yg diperkosa Budaya Kota)




N.B:

        Sajak ini saya buat dengan mencoba mendambakan akan sebuah jalinan Hamba dan Tuhan, seperti yang dulu pernah dijalani oleh para sufi kebanyakan!  Menjadikan Tuhan sebagai 'Kekasih' yang dirindukan, Bukan pihak 'Penebar Hukuman'. Menganggap Al Qur'an dan Sunnah sebagai 'Kumpulan Petunjuk Mencerahkan', bukan kitab pedagogis 'Penuh Ancaman'...!!! Terlalu lancang sebenarnya bagi saya untuk mereposisikan secara harafiah makna tersebut secara kontemplatif personal! Karena Dosa masih merupakan 'Nama Tengah' saya, dan tingkat kezuhudan para sufi tersebut bahkan belum mampu saya bayangkan ketinggiannya! Namun saya mencoba menjadikan sajak ini sebagai sesuatu yang biasanya di lakukan oleh para Koleris-Melankolis dalam melihat kandungan nilai yang berharga pada sebuah karya, yaitu menganggapnya sebagai "Stimulus Verbal" yang mendorong dan memotivasi dirinya untuk menjadikan 'Nilai yang berharga' tersebut menjadi sebuah usaha yang menyenangkan, dimana hasilnya sangat di dambakan!

      Maka sederhananya, saya hanya ingin membuat ini semua sebagai stimulus potensial yang harus direspon dengan logika! Bahwa ibadah bukan lah 'Kewajiban', tapi 'Hak' saya (atau siapapun) yang ingin mendekatkan diri pada DIA yang Tercinta (Tuhan). Semoga Kecintaan kita Pada-NYA juga merupakan wujud Cinta-NYA pada kita! Semoga pemahaman ini mampu menjadikan diri kita masing-masing sebagai satu dari sekian banyak "Pembelajar" terbaiknya, dalam menghadapi hidup sebagai "Sekolah" dari NYA, Amin!

Vale, Tabik!

(Prazetya Belati Putra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar